#TOURISM TALKS 2: Memperkokoh Paradigma Penelitian Pariwisata

Fakultas Pariwisata kembali menggelar diskusi paradigma penelitian pariwisata dengan tajuk Tourism Talks dengan topik, ‘Paradigma Struktural-Fungsional dalam Penelitian Pariwisata’. Diskusi yang berlangsung secara daring pada hari Senin, 28 September 2020 diikuti 110 orang partisipan, dengan menghadirkan narasumber Prof Heddy Shree Ahimsa-Putra , melanjutkan Tourism Talks series 1 yang berlangsung dua minggu sebelumnya.




Acara dibuka oleh Wakil Rektor IV, Prof Ida Bagus Wyasa Putra, yang menyampaikan kegembiraannya karena topik paradigma mulai dilirik dan dijadikan perhatian oleh intelektual pariwisata.”Berbicara paradigma merupakan bagian paling mendasar dari ilmu pengetahuan, oleh karenanya biasanya kurang menarik. Membahas paradigma ibarat memasuki ‘dapur pengetahuan’ di mana ‘ilmu tersebut dimasak’ sehingga kita belajar soal cara mengolahnya. Nah di dalam ‘dapur pariwisata’ tersebut terdapat banyak ilmuwan dari berbagai latar belakang yang seringkali membikin “masakan pariwisata” tersebut menjadi seperti pancaran prisma yang seringkali nir-logik”.
Dengan membahas paradigma ilmu pariwisata kita akan sampai pada pemahaman epistimologi ilmu pariwisata yang memudahkan para peneliti dalam melakukan kajian-kajian kepariwisataan. Sebagai sebuah ilmu baru penelusuran paradigma keilmuan ini sangat penting untuk dilakukan, karena, “Bila pijakan paradigm dan epistimologinya tidak sahih maka metodologinya akan tidak sahih juga.”



Dalam pemaparannya Prof Heddy menyampaikan bahwasanya paradigma Fungsionalisme-struktural memiliki sejarah yang panjang sejak era Durkheim, Malinowsky, Raddclif-Brown, Parson, hingga Clifford Gertz. “Pasca itu Fungsionalisme struktural menjadi pradigma yang populer sejak 50-an sampai 70-an..”
Ia juga membabarkan bahwa fungsi segala sesuatu yang ada dalam masyarakat membuatnya tetap eksis di tengah masyarakat. Dalam Fungsionalisme struktural tahap awal, para ilmuwan menggunakan model-model, perumpamaan sebagaimana organ-organ dalam organism dalam melihat realitas sosial. Dalam ilmu pariwisata pemakaian Fungsionalisme-struktural sangat relevan misalnya dalam melihat fungsi beberapa elemen kebudayaan dalam pariwisata.

Guru besar Antropologi Fakultas Ilmu Budaya UGM tersebut lebih jauh menyampaikan bahwa selama ini, para peneliti pariwisata dibiaskan oleh dualism(pembelahan) mazhab kualitatif dan kuantitatif, yang sebenarnya kedua tipe tersebut bukanlah soal metodologis namun hanya soal teknik mengumpulkan data. “Jangan kita berdebat untuk sesuatu yang tidak penting, harus mulai bergerak lebih dalam melihat paradigm dari ilmu pariwisata.”

Lebih jauh Prof Heddy menyampaikan pengajaran metode penelitian hendaknya tidak tercerabut dari paradigmanya. Paradigma fungsional struktural dapat diterapkan dalam penelitian pariwisata dengan asumsi dasar fungsi-fungsi pariwisata dan relasi antar unsur pariwisata dalam sebuah kerangka model sistem pariwisata. Paradigma fungsional-struktural kiranya dapat diterapkan dalam rangka membangun pondasi pariwisata sebagai ilmu.

Diskusi berlangsung selama dua jam diikuti oleh mahasiswa Fakultas Pariwisata dan peserta dari luar Unud. Diskusi ditutup oleh Dekan Fakultas Pariwisata, I Nyoman Sunarta.

*(Yohanes Kristianto dan Sukma Arida) *