Kaji Strategi Pengembangan Event di Pasca Pandemi: Fakultas Pariwisata Universitas Udayana Gelar FGD di Labuan Bajo, NTT

`


Suasana berbeda nampak di ruang meeting outdoor Hotel Puri Sari, Labuhan Bajo, Manggarai Barat, NTT pada hari Kamis (1/7/2021). Nampak belasan peserta  dengan mengenakan masker tengah berdiskusi tentang sebuah topik diselingi canda ringan. Pada siang yang cukup terik tersebut tim peneliti Fakultas Pariwisata Universitas Udayana menyelenggarakan focus group discussion (FGD) dengan topik Strategi Pengembangan Event Internasional, Nasional dan Daerah ini dilaksanakan dalam rangka melakukan mapping issue dan merumuskan strategi pengembangan event dalam situasi pandemi COVID-19 yang masih melanda ini. FGD sendiri merupkan salah satu kegiatan dari rangkaian kajian event kerja sama Fakultas Pariwisata dengan Kemenparekraf RI.




Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat, Agustinus Rinus, menyambut baik pelaksanaan kegiatan FGD ini. "Kehadiran Pak Dekan Fakultas Pariwisata dan tim merupakan angin segar bagi daerah ini. Saya harap ada masukan-masukan sehingga bisa mendapat strategi yang jitu", ungkap Agustinus dalam sambutannya.

FGD yang berlangsung secara hybrid tersebut dihadiri oleh stakeholders terkait, diantaranya: Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat, perwakilan asosiasi perhotelan (PHRI, ASITA dan ALTO), para pengelola hotel di Labuan Bajo, perwakilan pengusaha MICE, Tim Riset Fakultas Pariwisata Universitas Udayana. Sementara perwakilan pihak Kementerian menghadiri secara daring, termasuk Direktur Bidang Kajian Strategis, Wawan Rustiawan. Tampil menjadi fasilitator yaitu Saptono Nugroho, dosen prodi S1 Pariwisata.

Dalam pelaksanaan FGD ini, para stakeholders berdiskusi tentang kendala dan kesiapan Labuan Bajo dalam menyelenggarakan event sebelum dan semasa pandemi. Reines, perwakilan Hotel Jayakarta, berpendapat pandemi COVID-19 berpengaruh sangat signifikan terhadap pemasukan Hotel Jayakarta dari bidang MICE. "Sebelum pandemi, Jayakarta sudah dilengkapi dengan fasilitas meeting yang beroperasi sejak 2010. Pendapatan kami hampir 60% dari MICE baik corporate maupun pemerintah. Sejak 2020 sumber itu menghilang", ungkap Reines.


Dekan bersama Kadis Pariwisata Manggarai Barat, Agustinus Rinus


Persoalan lain juga disampaikan oleh Dominic, perwakilan Hotel Inaya Komodo, yang menyampaikan ketersediaan sumber daya manusia penyelenggara event khususnya MICE yang profesional masih sangat minim. Perwakilan pengelola Hotel Ayana Komodo juga menegaskan tidak ada kebijakan khusus yang mengatur proporsi jabatan manajer perhotelan di Labuan Bajo yang diisi oleh masyarakat lokal dengan masyarakat luar. Selain sumber daya manusia, masalah lain terjadi pada sarana penunjang teknologi, kemudahan perizinanan maupun pendampingan, serta adanya persaingan antara event organizer luar dengan event organizer lokal.

Terkait kesiapan sektor event di Labuan Bajo sendiri, beberapa gagasan disampaikan contohnya: menggunakan kapal pinisi sebagai venue, membentuk wedding expo, serta mengadakan berbagai macam event (Festival Komodo, Sail Komodo, dan Festival Ketinting). Dekan Fakultas Pariwisata Universitas Udayana, Dr. Drs. I Nyoman Sunarta, M.Si. mengingatkan pentingnya diversifikasi produk wisata serta tidak mengulang kembali model pengembangan pariwisata Bali pada tahun 1980-an.




"Bali tahun 1980-1990-an sudah diwanti-wanti oleh pendiri fakultas. Beranikah kita menjual apa yang kita punya, bukan menjual apa yang wisatawan mau? Pre-event dan post-event menarik jika ada diversifikasi event. Pariwisata itu adalah hilir. Kalau Bali, hulunya budaya. Kalau Bali sudah mengadakan upacara, maka seluruh sektor lokal ekonomi bergerak. Jangan-jangan orang lokal tidak tahu apa potensi utama dari Labuan Bajo", ungkapnya.

Penulis: Silvinus Nanggur
editor: Kesya Marcella Tjampan